Sabtu, 08 November 2014

perjalanan malam


Malam menawariku sebuah pesta, tepat saat sebelum masuk jam tidur. Aku dihadiahi sebuah perjalanan eksodus menuju masa kau. Masa dimana malam masih merantai bintang dan bulan jadi satu.

Aku duduk di sebuah ranjang yang membatu, sebab dingin malam telah menyihir kapas-kapas menjadi batu. Seusil angin menertawaiku, hingga terbahak-bahak sampai pipis di celana. Atap-atap rumah bocor, membasahi ranjang-ranjang sampai punggungku meresah. 

Lalu kau datang tanpa mengetuk pintu, membawakanku segelas anggur dan secarik selimut. Aku berpura tolol, meracau hingga keluar kata-kata banyol. Secarik selimut kutarik menyelimuti tubuhku yang mulai mengangin.

Aku terkejut, dari selimut yang kau beri keluar ingatan-ingatan kecoa. Ia mengentuti mukaku sampai parau. Masuk kedalam telingaku yang lagi berpura buta. Dari baunya mengingatkanku pada mawar yang terlambat kuberi saat pesta ulang tahunmu. Membusuk di jari-jari ingatanku yang juga berpula tuli. Mendanur menjadi gumpalan ingatan-ingatan yang dipenuhi kecoa.

Air naik sudah sepinggang ranjang, mulutnya memuntahkan ular dari lidah-lidahnya yang basah. Menggeliat menuju leherku yang mendadak membatang. Sekecup ingatan membius nadi, racunnya sekejap lesap mendarah daging. Aku terkapar penuh memar, sementara dinding-dinding tak henti menghidupkan kisah-kisah yang tak usai memoar.

Lubang-lubang atap tak henti meliuri ranjangku, sampai cicak menjelma kernet bus memuncratkan kentut busuknya tepat di bawah lubang hidung. “Silahkan bangun nak, segeralah cuci muka. Perjalanan anda sudah sampai pada ajalnya”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar